Si pemilik warung pasti sudah berhitung. Dia tidak akan merasa kehilangan apapun dengan memberikan sepotong donat tambahan kepada saya. Sementara pembeli macam saya akan merasa beruntung: tanpa harus mengeluarkan uang tambahan, saya mendapatkan kue yang berlubang di tengahnya itu.
Dulu saya selalu merasa heran jika ada orang menjajakan kue donat tanpa lubang. “Orang ini pasti berniat menipu,” pikir saya begitu. Donat harus berlubang!
Padahal ketika pertama kali dikenal pada abad ke-18 di Belanda, kue ini disajikan tanpa lubang. Namanya pun bukan donat, tapi olykoeks -kue berminyak. Nama donat muncul sekitar seratus tahun kemudian ketika Bu Elizabeth Gregory menggoreng adonan (dough) tepung yang ditaburi walnut. Jadilah nama itu: dough nut!
Bu Elizabeth Gregory punya anak bernama Hanson Gregory yang bekerja sebagai kapten kapal laut. Pada 1847, ketika Hanson akan berlayar, si ibu tidak lupa membekali anaknya dengan donat. Di tengah laut, saat Hanson asik-asiknya menikmati donat bikinan ibunya, kapalnya diserang badai. Hanson rada kesulitan mengendalikan kapalnya sambil memegangi donut. Segera saja ia lubangi bagian tengah donat itu agar mudah ditancapkannya di jeruji roda kemudi kapal. Senang dengan ‘temuannya’ itu, Hanson segera memerintahkan juru masaknya untuk membuat donat yang berlubang.
Itu baru satu versi cerita asal muasal lubang di kue donat. Ada versi lainnya.
Menurut versi lain, Hanson tidak begitu doyan dengan walnut yang ditaburkan di tengah donat. Ia membuang bagian tengah donat. Jadilah lubang di tengah donat! Jurumasak kapal tentu manut dengan keinginan sang kapten: bikinlah donat dengan lubang di tengahnya.
Saya mungkin memang rada kuper. Sewaktu saya bermukim di Yogya pada pertengahan 80-an, saya baru tahu donat juga diberi penanda kelamin. Donat berbentuk lingkaran dengan lubang di tengahnya disebut donat wedok (donat perempuan). Sedangkan donat berbentuk agak lonjong tanpa lubang disebut donat lanang (donat lelaki). Anda lebih doyan yang mana?
0 komentar:
Posting Komentar